Fase-fase Perkembangan Anak Usia SD

1. Perkembangan Intelektual
    Pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti: membaca, menulis, dan menghitung). Sebelum masa ini, yaitu masa prasekolah, daya pikir anak masih bersifat imajinatif, berangan-angan (berkhayal), sedangkan pada usia SD daya pikirnya sudah berkembangan  ke arah berfikir konkret dan rasional (dapat diterima akal). Piaget menamakannya sebagai masa operasi konkret, masa berakhirnya berfikir khayal dan mulai berpikir konkret (berkaitan dengan dunia nyata). Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru, yaitu mengklasifikasikan (mengelompokkan), menyusun, atau mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan. Kemampuan yang berkaitan dengan perhitungan (angka), seperti menambah, mengurangi, mengalikan, dan membagi. Di samping itu, pada akhir masa ini anak sudah memiliki kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana.
    Kemampuan intelektual pada masa ini sudah cukup untuk menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya nalarnya. Kepada anak sudah dapat diberikan dasar-dasar keilmuan, seperti membaca, menulis dan berhitung. Di samping itu, kepada anak diberikan juga pengetahuan-pengetahuan tentang manusia, hewan, lingkungan alam sekitar dan sebagainya. Untuk mengembangkan daya nalarnya dengan melatih anak untuk mengungkapkan pendapat, gagasan atau penilaiannya terhadap berbagai hal, baik yang dialaminya maupun peristiwa yang terjadi di lingkungannya. Misalnya, yang berkaitan dengan materi pelajaran, tata tertib sekolah, pergaulanyang baik dengan teman sebaya atau orang lain dan sebagainya.
    Dalam rangka mengembangkan kemampuan anak, maka sekolah dalam hal ini guru seyogianya memberikan kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pertanyaan, memberikan  komentar atau pendapatnya tentang materi pelajaran yang dibacanya atau dijelaskan guru, membuat karangan, menyusun laporan (hasil study tour atau diskudi klompok).

2. Perkembangan Bahasa
    Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam Pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakankata-kata, kalimat bunyi, lambang, gambar atau likusan. Dengan bahasa, semua manusia dapat mengenal dirinya, sesama manusia, alam sekitar, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau agama.
    Usia sekolah dasar ini merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai perbendaharaan kata (vocabulary). Pada awal masa ini, anak sudah menguasai sekitar 2.500 kata, dan pada masa akhir (usia 11-12 tahun) telah dapat menguasai sekitar 50.000 kata. Dengan dikuasainya keterampila membaca dan berkomuikasidengan orang lain, anak sudah gemar membaca atau mendengarkan cerita yang bersifat kritis (tentang perjalanan/petualangan, riwayat para pahlawan, dsb).Pada masa ini tingkat berpikir anak sudah lebih maju, dia banyak menanyakan soal waktu dan sebab akibat. oleh sebab itu, kata tanya ya dipergunakan pun yang semula hanya “apa”, sekarang sudah diikuti dengan pertanyaan “di mana”,”dari mana”, “ke mana”,”mengapa”,dan “bagaimana”.
    Terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu sebagai berikut.
1) Proses jadi matang, dengan perkataan lain anak itu menjadi matang (organ-organ suara/bicara sudah berfungsi) untuk berkata-kata.
2) Proses belajar, yang berarti bahwa anak yang telah matang untuk berbicara lalu mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitas atau meniru ucapan/ kata-kata yang didengarnya. kedua proses ini berlangsung sejak masa bayi dan kanak-kanak, sehingga pada usia anak memasuki sekolah dasar, sudah sampai pada tingkat: (1) dapat membuat kalimat yang lebih sempurna, (2) dapat membuat kalimat majemuk, (3) dapat menyusun dang mengajukan pertanyaan.
Di sekolah, diberikan pelajaran bahasa yang dengan sengaja menambah perbendaharaan katanya, mengajar menyusun struktur kalimat, pribahasa, kesastraan dan keterampilan mengarang. Dengan dibekali pelajaran bahasa ini, diharapkan peserta didik dapat menguasai dan mempergunakannya sebagai alat untuk:
-Berkomunikasi dengan orang lain.
-Menyatakan isi hatinya (perasaannya).
-Memahami keterampilan mengelola informasi yang diterimanya.
-Berpikir (menyatakan gagasan atau pendapat).
-Mengembangkan kepribadiannya, seperti menyatakan sikap dan keyakinannya.

3. Perkembangan Sosial 
    Maksud perkembangan sosial ini adalah pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelmpok, tradisi dan moral (agama). Perkembangan sosial pada anak-anak Sekolah Dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan, disamping dengan keluarga juga dia mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya (peer group) atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas.
Pada usia ini, anak mulai meiliki kesanggupan menyesuaikan diri-sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatiakn kepentingan orang lain). Anak dapat berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok (gang), dia merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya.
    Berkat perkembangan sosial, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebaya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar disekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok. Tugas-tugas kelompok ini harus memberikan kesempatan setiap peserta didik untuk menunjukan prestasinya, tetapi diarahkan untuk mencapai tujuan bersama . dengan melaksanakan tugas kelompok, peserta didik dapat belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati, bertenggang rasa dan tanggung jawab.

4. Perkembangan Emosi
    Menginjak usia sekolah, anak mulai menyadari bahwa pengungkapan secara kasar tidaklah diterima di mayarakat. Oleh karena itu dia mualai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan). Dalam proses peniruan, kemampuan orangtua dalam mengendalikan emosinya sangatlah berpengaruh. Apabila anak dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang suasana emosionalnya stabil, maka perkembangan emosi anak cenderung stabil. Akan tetapi, apabila kebiasaan orangtua dalam mengekspresikan emosinya kurang stabil dan kurang control (seperti, melampiaskan kemarahan dengan sikap agresif, mudah mengeluh, kecewa atau pesismis dalam menghadapi maslah), maka perkembangan emosi anak cenderung kurang stabil. Emosi-emosi yang secara umum dialami pada tahap perkembangan usia sekolah ini adalah marah, takut, cemburu, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan (rasa senang, nikmat, atau bahagia).
    Emosi merupakan factor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi yang positif, seperti perasaan senang, bergairah bersemangat atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk mengkonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan penjelasan guru, membaca buku, aktif dalam berdiskusi, mengerjakan tugas, dan disiplin dalam belajar. Sebaliknya, apabila yang menyertai proses itu emosi negatif, seperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah, maka proses belajar akan mengalami hambatan, dalam arti individu tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar sehingga kemungkinan besar dia akan mengalami kegagalan dalam belajarnya. Mengingat hal tersebut, maka guru seyogyanya mempunyai kepedulian untuk menciptakan situasi belajar yang menyenangkan atau kondusif bagi terciptanya proses belajar-mengajar yang efektif. Upaya yang dapat dilakukan, anatara lain: (1) mengembangkan iklim kelas yang bebas dari ketegangan (seperti, guru bersikap tidak judes); (2) memeprlakuakn peserta didik seperti orang yang mempunyai harga diri (seperti, tidak menganaktirikan atau menganakemaskan anak, tidak mencemooh anak, dan menghargai pendapat anak); (3) memberikan nilai secara objektif, (4) menghargai hasil peserta didik, dan sebagainya.

5. Perkembangan Moral
    Anak mulai mengenal konsep moral (mengenal benar atau baik-buruk) pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada mulanya, mungkin anak tidak mengerti konsep moral ini, tetapi lambat laun anak anak memahaminya. Usaha menanamkan konsep moral sejak dini (prasekolah) merupakan hal yang seharusnya, karena informasi yang diterima anak mengenai benar-salah atau baik-buruk akan menjadi pedoman pada tingkah laku dikemduian hari.
    Pada usia sekolah dasar, anak sudah mulai dapat mengikuti pertautan atau tuntunan dari orangtua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari sesuatu peraturan. Disampimg itu, anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah atau baik-buruk. Misalnya, dia memandang  atau menilai bahwa perbuatan nakal, berdusta dan tidak hormat kepada orangtua merupakan sesuatu yang salah atau buruk. Sedangkan perbuatan jujur, adil dan sikap hormat kepada orangtua dan guru merupakan sesuatu yang baik atau benar.

6. Pengembangan Penghayatan Keagamaan
    Pada masa ini, perkembangan penghayatan keagamaan ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai dengan pengertian.
Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya.
2) Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterimanya sebagai keharusan moral (Abin Syamsuddin M,1996).
3) Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nial-nilai agama sebagai kelanjutan periode sebelumnya. Kualitas keagamaan anak akan sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan atau pendidikan yang diterimanya. Berkaitan dengan hal tersebut, pendidikan agama sekolah dasar mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, pendidikan agama ( pengajaran, pembiasan, dan penanaman nilai-nilai) disekolah dasar harus menjadi perhatian semua pihak yang terlibat dalam pendidikan SD, bukan hanya guru agama tetapi kepala sekolah dan guru-guru yang lainnya. Apabila semua pihak yang terlibat itu telah memberikan contoh (suri teladan) dalam melaksanakan nilai-nilai  agama yang baik, maka pada diri peserta didik akan berkembang sikap yang positif terhadap agama dan pada gilirannya akan berkembang pula kesadaran beragama pada dirinya.
Senada dengan paparan tersebut, Zakiah Daradjat (1986:58) mengemukakan bahwa pendidikan agama disekolah dasar, merupakan dasar bagi pembinaan sikap positif terhadap agama dan berhasil membentuk pribadi dan akhklak anak, maka untuk mengembangkan sikap itu pada masa remaja akan mudah dan anak telah mempunyai pegangan atau bekal dalam menghadapi berbagai kegoncangan yang biasa terjadi pada masa remaja. 
    Dalam kaitannya dengan pemberian materi agama kepada peserta didik, disamping mengembangkan pemahamannya juga memberikan latihan atau pembiasan keagamaan yang menyangkut ibadah, seperti melaksanakan sholat, berdoa, dan membaca Al-Qur’an ( anak diwajibkan untuk menghafal surat-surat pendek berikut terjemahannya). Disamping membiasakan beribadah, juga dibiasakan melakukan ibadah sosial, yakni menyangkut akhlak terhadap sesama manusia seperti : hormat kepada orang tua, guru dan orang lain. Memberikan bantuan kepada orang yang memerlukan pertolongan, menyayangi fakir miskinm memelihara kebersihan dan kesehatan, bersikap jujur dan bersikap amanah (bertanggung jawab).

7. Perkembangan Motorik
    Seiring dengan perkembangan fisiknya yang beranjak matang, maka perkembangan motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Setiap gerakanya sudah selaras dengan kebutuhan atau minatnya. Pada masa ini ditandai dengan kelebihan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik ini, seperti menulis, menggambar, melukis, mengetik( komputer), berenang, main bola, dan atletik.
    Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentuan kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun keterampilan. Oleh karena itu, perkembangan motorik sangat menunjang keberhasilan belajar peserta didik. Pada masa usia sekolah dasar kematangan perkembangan motorik ini dacapainya, karena itu mereka sudah sangat menerima pelajaran keterampilan. 
    Sesuai perkembangan fisik (motorik) maka dikelas-kelas permulaan sangat tepat diajarkan:
-Dasar-dasar keterampilan untuk menulis dan menggambar.
-Keterampilan dalam mempergunakan alat-alat olah raga( menerima, menendang, dan memukul).
-Gerakan-gerakan untuk meloncat berlari, berenang, dan sebagainya.
-Baris berbaris secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan, ketertiban, dan kedisiplinan.

DAFTAR PUSTAKA
Syamsu Yusuf. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2012.

Posted by : Nadiafa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelebihan dan Kelemahan Media Gambar

Proses Pengembangan Kurikulum