Proses Pengembangan Kurikulum
A.
Dasar
Pemgembangan Kurikulum
1. Pengertian Kurikulum
Istilah
kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni Curriculae artinya jarak yang
harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu pengertian kurikulum ialah
jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk
memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti,
bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana
halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ke tempat
lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum
dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari
suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah. Beberapa tafsiran
lainnya di kemukakan berikut ini.
Kurikulum
memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah
sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk
memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran tersebut mengisi materi pelajaran
yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang
berguna bagi siswa. Semakin banyak pengalaman dan penemuan-penemuan maka
semakin banyak pula mata ajaran yang harus disusun dalam kurikulum dan harus
dipelajari oleh siswa di sekolah.
Kurikulum
sebagai Rencana Pembelajaran. Kurikulum adalah
suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan
program itu para siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi
perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan
dan pembelajaran.
Kurikulum
sebagai Pengalaman Belajar. Kurikulum merupakan serangkaian
pengalaman belajar. Pengertian ini menunjukkan, bahwa kegiatan-kegiatan
kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga
kegiatan-kegiatan di luar kelas. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman
belajar atau pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum.
2. Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum
disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap
perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan,
kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan
pendidikan. Sejalan dengan ketentuan tersebut, perlu ditambahkan bahwa
pendidikan nasional berakar pada kebudayaan nasional, dan pendidikan nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan ketentuan dan
konsep-konsep tersebut, pengembangan kurikulum agar berlandaskan faktor-faktor
sebagai berikut:
1)
Tujuan filsafat
dan pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan
institusional yang pada gilirannya menjadi landasan dalam merumuskan tujuan
kurikulum suatu pendidikan.
2)
Sosial budaya dan agama yang berlaku
dalam masyarakat kita.
3)
Perkembangan
peserta didik, yang menunjuk pada karakteristik perkembangan peserta didik.
4)
Keadaan
lingkungan, yang dalam arti luas meliputi lingkungan manusiawi (interpersonal),
lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), dan lingkungan hidup
(bioekologi), serta lingkungan alam (geoekologis).
5)
Kebutuhan
pembangunan, yang mencakup kebutuhan pembangunan di bidang ekonomi,
kesejahteraan rakyat, hukum, dan sebagainya.
6)
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan sistem nilai dan
kemanusiawian serta budaya bangsa.
3. Komponen-komponen Pengembangan Kurikulum
Kurikulum
sebagai suatu sistem keseluruhan memiliki komponen-komponen yang saling
berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yakni: tujuan, materi, metode,
organisasi, dan evaluasi. Komponen-komponen tersebut, baik secara
sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama menjadi dasar utama dalam upaya
mengembangkan sistem pembelajaran.
a.
Tujuan Kurikulum
Tujuan
kurikulum tiap satuan pendidikan harus mengacu ke arah pencapaian tujuan
pendidikan nasional, sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 2
Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kurikulum menyediakan kesempatan
yang luas bagi peserta didik untuk mengalami proses pendidikan dan pembelajaran
untuk mencapai target tujuan pendidikan nasional. Tujuan ini dikategorikan
sebagai tujuan umum kurikulum.
Tujuan
mata ajaran. Mata ajaran dikelompokkan menjadi beberapa bidang studi, yakni:
1) Bidang
studi Bahasa dan Seni.
2) Bidang
studi Ilmu Pengetahuan Sosial.
3) Bidang
studi Ilmu Pengetahuan Alam.
4) Bidang
studi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
Setiap
bidang studi meliputi sejumlah mata ajaran tertentu. Misalnya bidang studi IPS,
terdiri dari mata ajaran ekonomi, sosiologi, geografi, sejarah, dan lain-lain.
Setiap
mata ajaran mempunyai tujuan sendiri dan berbeda dengan tujuan yang hendak
dicapai oleh mata ajaran lainnya. Tujuan mata ajaran merupakan penjabaran dari
tujuan kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
b.
Materi Kurikulum
Materi
kurikulum pada hakikatnya adalah isi kurikulum. Dalam Undang-Undang Pendidikan tentang
Sistem Pendidikan Nasional telah ditetapkan, bahwa “Isi kurikulum merupakan
bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan
pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan
nasinal”. Sesuai dendan rumusan tersebut, isi kurikulum dikembangkan dan
disusun berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Materi
kurikulum berupa bahan pembelajaran yang terdiri dari bahan kajian atau
topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses belajar dan
pembelajaran.
2) Materi
kurikulum mengacu pada pencapaian tujuan masing-masing satuan pendidikan.
Perbedaan dalam ruang lingkup dan urutan bahan pelajaran disebabkan oleh
perbedaan tujuan satuan pendidikan tersebut.
3) Materi
kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini,
tujuan pendidikan nasional merupakan target tertinggi yang hendak dicapai
melalui penyampaian materi kurikulum.
Materi kurikulum mengandung aspek-aspek tertentu
sesuai dengan tujuan kurikulum, yang meliputi:
1) Teori,
ialah seperangkat konstruk atau konsep, definisi dan preposisi yang saling
berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan
menspesifikasi hubungan-hubungan antara variabel-variabel dengan maksud
menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
2) Konsep,
adalah definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
3) Generalisasi,
adalah kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dau analisis,
pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
4) Prinsip,
adalah ide utama.
5) Prosedur,
adalah suatu langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus
dilakukan oleh siswa.
6) Fakta,
adalah sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting.
7) Istilah,
adalah kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam
materi.
8) Contoh
atau ilustrasi, ialah suatu tindakan untuk memperjelas suatu uraian atau
pendapat.
9) Definisi,
adalah penjelasan tentang makna suatu kata dalam garis besarnya.
10) Preposisis,
adalah suatu pernyataan atau pendapat yang tak perlu diberi argumentasi.
c.
Metode
Metode
adalah cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya
mencapai tujuan kurikulum. Suatu metode mengandung pengertian terlaksananya
kegiatan guru dan kegiatan siswa dalam proses pembelajaran. Metode lebih
menekankan pada kegiatan guru, selanjutnya diganti dengan istilah strategi
pembelajaran yang menekankan pada kegiatan siswa.
Metode
atau strategi pembelajaran menempati fungsi yang penting dalam kurikulum,
karena memuat tugas-tugas yabg perlu dikerjakan oleh siswa dan guru. Karena
itu, penyusunannya hendaknya berdasarkan analisa tugas yang mengacu pada tujuan
kurikulum dan berdasrkan perilaku awal siswa. Dalam hubungan ini, ada tiga
alternatif pendekatan yang dapat digunakan, yakni:
1) Pendekatan
yang berpusat pada mata pelajaran.
2) Pendekatan
yang berpusat pada siswa.
3) Pendekatan
yang berorientasi pada kehidupan masyarakat.
d.
Organisasi
Kurikulum
Organisasi
kurikulum terdiri dari beberapa bentuk, yang masing-masing memiliki
ciri-cirinya sendiri.
1. Mata
pelajaran terpisah-pisah (Isolated Subjects)
Kurikulum
terdiri dari sejumlah mata ajaran yang terpisah-pisah. Seperti: Sejarah, Ilmu
Pasti, Bahasa Indonesia, dan sebagainya. Tiap mata ajaran disampaikan
sendiri-sendiri tanpa ada hubungannya dengan mata ajaran lainnya.
2. Mata
ajaran-mata ajaran berkorelasi (Correlated)
Korelasi
diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat
pemisahan mata ajaran.
3. Bidang
studi (Broadfield)
Beberapa mata
ajaran yang sejenis dan memiliki ciri-ciri yang sama dikorelasikan atau
difungsikan dalam satu bidang pengajaran, misalnya Bidang Studi Bahasa,
meliputi membaca, bercerita, mengarang, bercakap-cakap, dan sebagainya.
4. Program
yang berpusat pada anak (Childecentered program)
Program ini
adalah orientasi baru dimana kurikulum dititikberatkan pada kegiatan-kegiatan
peserta didik, bukan pada mata ajaran. Guru menyiapkan program yang meliputi
kegiatan-kegiatan yang menyajikan kehidupan anak, misalnya ekskursi dan cerita.
5. Core
program
Core program
adalah suatu program inti berupa suatu unit atau masalah. Masalah itu diambil
dari mata ajaran tertentu, misalnya bidang studi IPS. Beberapa mata ajaran
lainnya diberikan dalam upaya memecahkan masalah tersebut. Mata ajaran tersebut
tidak diberikan secara terpisah. Biasanya dalam program itu telah disarankan
pengalaman-pengalaman yang akan diperoleh siswa dalam garis besarnya.
6. Eclectic
program
Eclectic program
adalah suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang
berpusat pada mata ajaran dan yang berpusat pada peserta didik.
e.
Evaluasi
Evaluasi
merupakan suatu komponen kurikulum, karena kurikulum adalah pedoman penyelenggaraan
kegiatan belajar mengajar. Dengan evaluasi dapat diperoleh informasi yang
akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar siswa.
Berdasarkan informasi itu dapat dibuat keputusan tentang kurikulum itu sendiri,
pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan yang perlu dilakukan.
Aspek-aspek yang
perlu dinilai bertitik tolak dari aspek-aspek tujuan yang hendak dicapai, baik
tujuan kurikulum, tujuan pembelajaran dan tujuan belajar siswa. Setiap aspek
yang dinilai berpangkal pada kemampuan-kemampuan apa yang hendak dikembangkan,
sedangkan tiap kemampuan itu mengandung unsur-unsur pengetahuan, keterampilan
dan sikap serta nilai. Penetapan aspek yang dinilai mengacu pada kriteria
keberhasilan yang telah ditentukan dalam kurikulum tersebut. Jenis penilaian
yang dilaksanakan tergantung pada tujuan diselenggarakannya penilaian tersebut.
Ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu instrumen penilaian, ialah
validitas, reliabilitas, objektivitas, kepraktisan, dan pembedaan. Disamping
itu perlu diperhatikan bahwa: penilaian harus bersifat objektif, dilakukan
berdasarkan tanggung jawab kelompok guru, rencana yang rinci dan terkait dengan
pelaksanaan kurikulum, sesuai dengan tujuan dan materi kurikulum, menggunakan
alat ukur yang handal dan mudah dilaksanakan serta memberikan hasil yang
akurat.
4. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
Pengembangan
kurikulum berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Prinsip
Berorientasi Pada Tujuan
Pengembangan
kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan kurikulum merupakan
penjabaran dan upaya untuk mencapai tujuan satuan dan jenjang pendidikan
tertentu. Tujuan kurikulum mengandung aspek-aspek pengetahuan, keterampilan,
sikap, dan nilai, yang selanjutnya menumbuhkan perubahan tungkah laku peserta
didik yang mencakup ketiga aspek tersebut dan bertalian dengan aspek-aspek yang
terkandung dalam tujuan pendidikan nasional.
b) Prinsip
Relevasi (Kesesuaian)
Pengembangan
kurikulum yang meliputi tujuan, isi dan sistem penyampaiannya harus relevan
(sesuai) dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat, tingkat perkembangan dan
kebutuhan siswa, serta serasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
c) Prinsip
Efisiensi dan Efektivitas
Pengembangan
kurikulum harus mempertimbangkan segi efisien dalam pendayagunaan dana, waktu,
tenaga dan sumber-sumber yang tersedia agar dapat mencapai hasil yang optimal.
d) Prinsip
Fleksbilitas (keluwesan)
Kurikulum yang
luwes mudah disesuaikan, diubah, dilengkapi atau dikurangi berdasarkan tuntutan
dan keadaan ekosistem dan kemampuan stempat, jadi tidak statis dan kaku.
e) Prinsip
Berkesinambungan (kontinuitas)
kurikulum
disusun secara berkesinambungan, artinya bagian-bagian, aspek-aspek, materi dan
bahan kajian disusun secara berurutan, tidak terlepas-lepas, melainkan satu
sama lain memiliki hubungan fungsional yang bermakna, sesuai dengan jenjang
pendidikan, struktur dalam satuan pendidikan, dan tingkat perkembangan siswa.
f)
Prinsip
Keseimbangan
Penyusunan
kurikulum harus memperhatikan kesimbangan secara proporsional dan fungsional
antara berbagai program dan sub-program, antara semuat mata ajaran, dan antara
aspek-aspek perilaku yang ingin dikembangkan. Dengan keseimbangan diharapkan
terjalin perpaduan yang lengkap dan menyeluruh, yang satu sama lainnya saling
memberikan sumbangannya terhadap pengembangan pribadi.
g) Prinsip
Keterpaduan
Kurikulum
dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prinsip keterpaduan. Pelaksanaan terpadu
melibatkan seluruh pihak, baik dilingkungan sekolah maupun pada tingkat
intersektoral.
h) Prinsip
Mutu
Pengembangan
kurikulum berorientasi pada pendidikan mutu dan mutu pendidikan. Pendidikan
mutu berarti pelaksanaan pembelajaran yang bermutu, sedangkan mutu pendidikan
berorientasi pada hasil pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang bermutu
ditentukan oleh derajat mutu guru, kegiatan belajar mengajar, peralatan/media
yang bermutu. Hasil pendidikan yang bermutu diukur berdasarkan kriteria tujuan
pendidikan nasional yang diharapkan.
B.
Tahap-tahap
pengembangan kurikulum
Ada
empat tahap dalam pengembangan kurikulum yaitu pengembangan kurikulum pada
tingkat modern, pengembangan kurikulum pada tingkat institusi atau lembaga,
pengembangan kurikulum pada tingkat mata pelajaran atau bidang studi, dan
pengembangan kurikulum pada tingkat pembelajaran di kelas.
1. Pengembangan
Kurikulum pada Tingkat Makro (Nasional)
Pada
tingkat ini, pengembangan kurikulum dibahas dalam ruang lingkup nasional yang
meliputi Tri-Pusat Pendidikan, yaitu pendidikan formal, pendidikan informal,
dan pendidikan nonformal, baik secara vertikal maupun horizontal dalam rangka
pencapaian tujuan pendidikan nasional. Secara vertikal, pengembangan kurikulum
dilakukan sesuai dengan tingkatan pendidikan atau sekolah, seperti TK/RA,
SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan perguruan tinggi. Secara horizontal, pengembangan
kurikulum dilakukan sesuai dengan jenis pendidikan atau sekolah yang sederajat,
seperti Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, dan program paket A.
2. Pengembangan
Kurikulum pada Tingkat Institusi (Sekolah)
Pengembangan
kurikulum tingkat institusi/lembaga mencakup tiga kegiatan pokok, yaitu
merumuskan tujuan sekolah atau standar kompetensi lulusan masing-masing
lembaga, penetapan isi dan struktur program, dan penyusunan strategi
pelaksanaan kurikulum secara keseluruhan. Standar kompetensi lulusan yang dimaksud
adalah rumusan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang diharapkan
dimiliki siswa setelah mereka menyelesaikan keseluruhan program pendidikan pada
suatu lembaga pendidikan. Misalnya, standar kompetensi lulusan SD, SMP, SMA,
UPI dan sebagainya. Sumber yang digunakan dalam merumuskan standar kompetensi
lulusan adalah sekolah masing-masing sesuai dengan jenis dan tingkatnya.
Standar
kompetensi lulusan menunjukkan harapan masyarakat, seperti orang tua,
pejabat-pejabat pemerintah dan swasta tentang dunia pendidikan, dunia usaha,
dan lain-lain, serta merupakan harapan bagi sekolah yang lebih tinggi atau
dunia kerja. Misalnya, sesudah tamat SMA, orang tua berharap agar
putra-putrinya dapat melanjutkan ke perguruan tinggi negeri atau masuk ke dunia
kerja. Standar kompetensi lulusan hendaknya dirumuskan sedemikian rupa sehingga
tingkat kekhususannya berada di antara tujuan pendidikan nasional dengan
standar kompetensi mata pelajaran (bidang studi). Penetapan isi adalah
penetapan materi atau bahan pelajaran, sedangkan penetapan struktur program
mencakup penetapan jumlah dan jenis-jenis mata pelajaran, sistem semester,
serta alokasi waktu yang diperlukan. Adapun penyusunan strategi pelaksanaan
kurikulum, antara lain meliputi menyiapkan tenaga guru dan tenaga kependidikan
lainnya (pustakawan, ahli media, tata usaha), menyiapkan sarana dan prasarana,
melaksanakan pembelajaran, mengadakan penilaian, mengadakan bimbingan dan
penyuluhan, dan melaksanakan administrasi sekolah.
3. Pengembangan
Kurikulum pada Tingkat Mata Pelajaran (Bidang Studi)
Pengembangan
kurikulum pada tingkat bidang studi ini dilakukan dalam bentuk menyusun atau
mengembangkan silabus bidang studi/mata pelajaran untuk setiap semester.
Silabus suatu bidang studi berisi standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, sistem penilaian, alokasi
waktu, dan sumber/ahan/alat belajar. Pengembangan silabus harus berdasarkan
prinsip-prinsip tertentu, antara lain ilmiah, relevan, sistematis, konsisten,
memadai, aktual dan kontekstual, fleksibel, dan menyeluruh. Pengembangan
silabus dapat dilakukan baik oleh guru secara mandiri, berkelompok dalam sebuah
sekolah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP),
Pusat Kegiatan Guru (PKG) maupun Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Adapun
langkah-langkah pengembangan silabus adalah (a) menganalisis standar kompetensi
dan kompetensi dasar, (b) mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran, (c)
mengembangkan kegiatan pembelajaran, (d) merumuskan indikator pencapaian
kompetensi, (e) menentukan jenis penilaian, (f) menentukan alokasi waktu, dan
(g) menentukan sumber belajar. Pada akhirnya, silabus ini digunakan oleh guru
sebagai pedoman dan acuan utama dalam mengembangkan program pembelajaran.
4. Pengembangan
Kurikulum pada Tingkat Pembelajaran di Kelas
Untuk
mengembangkan kurikulum pada tingkat pembelajaran di kelas, maka guru perlu
menyusun program pembelajaran, seperti paket modul, paket belajar, paket
berprogram, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Secara garis besar, RPP
tersebut terdiri atas identitas mata pelajaran, topik/materi pokok, kelas dan
semester, waktu, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, alat/media/sumber, dan penilaian. Berdasarkan
RPP tersebut, guru diharapkan dapat mengelola proses pembelajaran secara
efektif dan efisien.
Tahap
1: Studi Kelayakan dan Analisis Kebutuhan
Pada
tahap ini, pengembang kurikulum melakukan analisis kebutuhan program dan
merumuskan berbagai pertimbangan, termasuk hal-hal apa yang harus dikembangkan.
Analisis kebutuhan dapat dilakukan terhadap: (a) kebutuhan peserta didik,
terutama aspek perkembangan psikologis, seperti bakat, minat, dan
kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki, baik kompetensi akademik, kompetensi
sosial, kompetensi personal, maupun kompetensi vokasional, sesuai dengan jenis
dan jenjang pendidikan yang ditetapkan, (b) kebutuhan masyarakat dan dunia kerja,
dan (c) kebutuhan pembangunan (nasional dan daerah). Teknik yang dapat
digunakan antara lain studi lapangan (observasi, wawancara, angket, dll),
survei, analisis kompetensi, analisis tugas, dan studi dokumentasi. Studi
kelayakan meliputi program yang akan dikembangkan, rasional pengembangan,
rumusan deskripsi tugass secara umum, analisis tugas secara khusus, rumusan
kemampuan yang akan dikembangkan, analisis kebutuhan program sesuai dengan
rumusan kemampuan yang akan dikembangkan.
Tahap
2: Perencanaan Kurikulum (Draft Awal)
Pada
tahap ini, pengembang kurikulum menyusun suatu konsep perencanaan awal
kurikulum.
Berdasarkan rumusan kemampuan yang akan dikembangkan pada tahap pertama,
kemudian dirumuskan tujuan kurikulum yang mendasari rumusan isi dan struktur
kurikulum yang diharapkan. Selanjutnya, pengembang kurikulum merancang strategi
pembelajaran yang meliputi pendekatan, strategi, metode, media, sumber belajar,
dan sistem penilaian berdasarkan kriteria keberhasilan yang telah ditentukan
sebelumnya pada tahap awal. Pemilihan metode, media, sumber belajar, dan teknik
penilaian hendaknya mengacu pada prinsipnya masing-masing dan disesuaikan
dengan kemampuan guru di lapangan serta situasi dan kondisi lembaga
pendidikan/sekolah.
Tahap 3: Pengembangan Rencana
Operasional Kurikulum
Pada
tahap ini, pengembang kurikulum membuat rencana operasional kurikulum, yang
meliputi penyusunan silabus, pengembangan bahan ajar, dan menentukan
sumber-sumber belajar, seperti buku sumber, modul, narasumber, dan sebagainya.
Rencana pelaksanaan ini hendaknya memperhatikan faktor waktu, tenaga, biaya,
dan kemungkinan pelaksanaannya di lembaga pendidikan (sekolah).
Tahap
4: Pelaksanaan Uji Coba Terbatas Kurikulum di Lapangan
Tujuan
uji coba di lapangan sekolah untuk mengetahui kemungkinan pelaksanaan dan
keberhasilan kurikulum, hambatan atau masalah apa yang terjadi, bagaimana
pengaruh lingkungan, faktor-faktor apa yang mendukung, dan bagaimana upaya
mengatasi hambatan atau pemecahan masalah.
Dalam pelaksanaan uji coba terbatas, pengembang kurikulum hendaknya
memperhatikan kendala program, kemampuan guru dan tenaga teknis, instrumen
evaluasi, kelengkapan sumber-sumber belajar, dan kriteria keberhasilan.
Kegiatan uji coba meliputi persiapan, pelaksanaan, evaluasi, perbaikan dan penyesuaian.
Uji coba biasanya dilakukan pada kelompok sampel yang representatif.
Tahap
5: Implementasi Kurikulum
Pada
tahap ini, pengembang kurikulum harus melakukan minimal dua kegiatan pokok,
yaitu (a) kegiatan diseminasi, yaitu pelaksanaan kurikulum dalam ruang lingkup
yang lebih luas, dan (b) melaksanakan kurikulum secara menyeluruh untuk semua
jenis dan jenjang pendidikan.ta
Tahap
6: Monitoring dan Evaluasi Kurikulum
Pada
tahap ini, pengembang kurikulum melakukan monitoring dan evaluasi kurikulum,
yang meliputi tahap masukan sesuai dengan desain krikulum dan hasil atau dampak
pelaksanaan kurikulum.
Tahap
7: Perbaikan dan Penyesuaian
Pada
tahap ini, pengembang kurikulum harus melakukan perbaikan dan penyesuaian
apabila berdasarkan monitoring dan evaluasi kurikulum ternyata terdapat hal-hal
yang menyimpang atau tidak sesuai dengan keadaan. Perbaikan mungkin dilakukan
terhadap perencanaan kurikulum, strategi penyampaian, materi pembelajaran,
teknik reinforcement, sistem
penilaian dan sebagainya.
1.
Penentuan tujuan
umum
Pada
tahap ini, pengembang kurikulum merumuskan tujuan umum kurikulum yang berisi
nilai-nilai dan perangkat kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik
setelah mengikuti kegiatan kurikulum. Dalam merumuskan tujuan ini, para
pengembang kurikulum tidak bisa bekerja sendirian. Mereka harus bekerja sama
dengan para ahli disiplin, ilmu termasuk psikolog, sosiolog, antropologi, dan
pakar-pakar ilmu lainnya yang relevan. Pakar-pakar ini dianggap mampu
memberikan kontribusi pemikirannya untuk merumuskan tujuan umum kurikulum.
2.
Perencanaan
Berdasarkan
tahap satu diatas, selanjutnya pengembang kurikulum menyusun perencanaan
kurikulum, mulai dari perencanaan umum (silabus) sampai dengan perencanaan
khusus (RPP) dalam berbagai kegiatan (intrakurikuler, ekstrakurikuler, maupun
kurikuler) sesuai dengan organisasi kurikulum yang diinginkan. Perencanaan ini
meliputi bahan/materi pembelajaran, strategi penyampaian, sistem penilaian,
sarana dan prasarana, biaya serta cara-cara penyampaian kepada guru-guru agar
mereka dapat menggunakannya. Untuk itu, tim pengembang kurikulum perlu
memperhatikan prinsip-prinsip utama dalam perencanaan, yaitu (a) semua materi
pembelajaran harus sesuai dengan tingkat perkembangan siswa dan kemajuan iptek,
(b) proses pembelajaran harus serasi dan tepat sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai, dan (c) sistem penilaian yang digunakan harus menggambar profil
kemampuan peserta didik yang sesungguhnya.
3.
Uji Coba dan
Revisi
Tujuan
umum uji coba ini adalah untuk menguji perencanaan yang telah disusun sesuai
dengan situasi dan kondisi objektif di lapangan sehingga perencanaan tersebut
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Tujuan khusus uji coba yang
dilakukan secara terbatas ini adalah untuk melihat kelemahan atau kekurangan
dari perencanaan, sehingga dapat dilakukan perbaikan (revisi). Dalam uji coba
ini, pengembang kurikulum dapat melakukan observasi langsung di kelas dan/atau
meminta pendapat dari peserta didik tentang pengalaman belajar mereka selama
mengikuti kurikulum baru. Begitu juga pendapat dari para pakar pendidikan,
pakar psikologi, pakar bidang studi, dan lain-lain termasuk kepala sekolah,
guru, dan orang tua.
4.
Uji Lapangan
Hasil
uji coba terbatas adalah diperolehnya kurikulum yang lebih baik. Berdasarkan
kurikulum ini kemudian dilakukan kembali uji lapangan yang lebih luas, yang
hampir mirip dengan situasi yang sebenarnya.
Tujuannya adalah untuk menganalisis kondisi-kondisi pelaksanaan kurikulum agar
diperoleh hasil yang lebih memadai dan sempurna. Untuk itu harus diperhatikan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan kurikulum itu sendiri,
seperti kondisi dan kualifikasi guru, kondisi peserta didik, manajemen
kurikulum, situasi dan kondisi sekolah serta lingkungan terdekatnya, dan
keadaan sosial ekonomi.
5.
Pelaksanaan
Kurikulum
Setelah
kurikulum dilakukan uji lapangan, kemudian diberikan pelatihan-pelatihan kepada
kepala sekolah dan guru-guru secara bertahap dan kontinu, maka selanjutnya
kurikulum siap dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah dalam negara itu
secara uniform. Meskipun demikian,
bukan berarti pada tahap ini tidak ada penilaian. Tim pengembang kurikulum dan
para pakar akan terus melakukan evaluasi, sehingga dapat dilakukan perubahan
dan penyesuaian. Semua pihak yang terkait (pengawas, kepala sekolah, guru,
orang tua dan pemangku kepentingan lainnya) harus bekerja sama untuk membantu
pelaksanaan kurikulum.
6.
Pengawasan Mutu
Kurikulum
Kurikulum
itu sifatnya dinamis yang akan terus mengikuti perubahan dan perkembangan
zaman. Jika suatu kurikulum dianggap sudah banyak memiliki kelemahan dan
kekurangan, maka perlu dilakukan perubahan dan pembaruan kurikulum. Untuk itu,
pengawasan mutu kurikulum merupakan tahap penting yang harus dilakukan.
C.
Makna
Perubahan Kurikulum
1. Mengubah
kurikulum
a. Sebab-sebab
kurikulum diubah
Kurikulum
itu selalu dinamis dan senantiasa dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam
faktor-faktor yang mendasarinya. Tujuan pendidikan dapat berubah secara
fundamental, bila suatu negara beralih dari negara yang dijajah menjadi negara
yang merdeka. Dengan sendirinya kurikulum pun harus mengalami perubahan yang
menyeluruh.
Kurikulum
juga diubah bila tekanan dalam tujuan mengalami pergeseran. Kurikulum dapat
pula mengalami perubahan bila terdapat pendirian baru mengenai proses belajar, sehingga timbul
bentuk-bentuk kurikulum seperti activity atau
experience curriculum, programmed
instruction, pengajaran modul, dan sebagainya.
Perubahan
dalam masyarakat, eksplosi ilmu
pengetahuan, dan lain-lain megharuskan adanya perubahan kurikulum.
Perubahan-perubahan itu menyebabkan kurikulum yang berlaku tidak lagi relevan,
dan ancaman serupa ini akan senantiasa dihadapi oleh setiap kurikulum,
betapapun relevannya pada suatu saat.
Maka
karena itu perubahan kurikulum merupakan hal biasa. Malahan mempertahankan
kurikulum yang ada akan merugikan anak-anak dan dengan demikian fungsi
kurikulum itu sendiri. Biasanya perubahan satu asas akan memerlukan perubahan
keseluruhan kurikulum itu.
b. Perubahan
atau perbaikan kurikulum
Perbaikan
kurikulum biasanya hanya mengenai satu atau beberapa aspek dari kurikulum,
misalnya metode mengajar, alat peraga, buku pelajaran dengan tetap menggunakan
kurikulum yang berlaku.
Perubahan
kurikulum mengenai perubahan dasar-dasarnya, baik mengenai tujuan maupun
alat-alat atau cara-cara untuk mencapai tujuan itu. Mengubah kurikulum sering
berarti turut mengubah manusia, yaitu guru, pembina pendidikan dan
mereka-mereka yang mengasuh pendidikan. Itu sebab perubahan kurikulum dianggap
sebagai perubahan sosial, suatu social change. Perubahan kurikulum, juga
disebut pembaharuan atau inovasi kurikulum, tentu saja dimaksud
untuk mencapai perbaikan, sekalipun perubahan itu tidak dengan sendirinya
membawa perbaikan. Perbaikan yang diperoleh mungkin membawa hasil sampingan
yang kurang baik menurut penilaian pihak tertentu.
c. Kesulitan-kesulitan
dalam perubahan kurikulum
Sejarah
menunjukkan bahwa sekolah itu sangat sukar menerima pembaharuan. Ide yang baru
tentang pendidikan memerlukan waktu sekitar 75 tahun sebelum dipraktekkan
secara umum di sekolah-sekolah.
Manusia
itu pada umumnya bersifat konservatif
dan guru termasuk golongan itu juga. Guru-guru lebih senang mengikuti
jejak-jejak yang lama secara rutin. Ada kalanya karena cara yang demikianlah
yang paling mudah dilakukan. Mengadakan pembaharuan memerlukan pemikiran dan
tenaga yang lebih banyak. Tak semua orang suka bekerja lebih banyak daripada
yang diperlukan. Akan tetapi ada pula kalanya, bahwa guru-guru tidak mendapat
kesempatan atau wewenang untuk mengadakan perubahan karena peraturan-peraturan
administratif. Guru itu hanya diharapkan mengikuti instruksi atasan.
Pembaharuan
kurikulum kadang-kadang terikat pada tokoh yang mencetuskannya. Dengan
meninggalnya tokoh itu lenyap pula pembaharuan yang telah dimulainya itu.
Dalam
pembaharuan kurikulum bahwa mencetuskan ide-ide baru lebih ”mudah” daripada menerapkannya dalam praktek. Dan
sekalipun telah dilaksanakan sebagai percobaan, masih banyak mengalami rintangan
dalam penyebar-luasannya, oleh sebab harus melibatkan banyak orang dan mungkin
memerlukan perubaha struktur organisasi dan administrasi sistem pendidikan.
Pembaharuan
kurikulum sering pula memerlukan biaya yang lebih banyak untuk fasilitas dan
alat-alat pendidikan baru, yang tidak selalu dapat dipenuhi.
Tak
jarang pula pembaharuan ditentang oleh mereka yang ingin berpegang pada yang
sudah lazim dilakukan atau yang kurang percaya akan yang baru sebelum terbukti
kelebihannya. Bersifat kritis terhadap pembaharun kurikulum adalah sifat yang
sehat, karena pembaharuan itu jangan hanya sekedar mode yang timbul pada suatu
saat untuk lenyap lagi dalam waktu yang tidak lama.
d. Cara
praktis mengadakan pembaharuan kurikulum
1)
Pilot project
Dalam
rangka suatu pilot project seorang guru dapat mengadakan percobaan dengan suatu
kurikulum baru dala suatu bidang studi tertentu. Karena percobaan ini terbatas,
penyelenggaraan, pengawasan, dan penilaiannya relatif mudah diatur. Andaikan
pilot project ini berhasil, masih banyak kesukaran untuk menyebar luaskannya,
karena menghadapi situasi yang berbeda dan mendapat hambatan dari
ketentuan-ketentuan yang berlaku.
2)
Membina kader
Dapat
dididik sejumlah kader yang menguasai seluk-beluk pembaharuan kurikulum yang
ditempatkan di berbagai sekolah untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan. Kader
ini merupakan agen-agen pembaharuan, pemimpin-pemimpin yang kompeten dan mereka
dapat memberi hasil yang baik.
Kelemahannya
ialah bahwa ada kemungkinan mereka dianggap sebagai orang luar yang diberi
bayaran khusus untuk mengadakan, bahkan memaksakan perubahan tanpa meminta
keinginan guru-guru di sekolah itu. Jika timbul reaksi yang negatif dari pihak
guru, maka kader ini akan mengalami banyak kesukaran.
3)
Memanfaatkan
guru
Guru
dari sekolah yang telah menjalankan kurikulum baru, dapat diminta bekerja pada
sekolah yang belum melakukannya, sehingga dapat disaksikan bagaimana
pelaksanaan pembaharuan itu.
Pelaksanaan
ini akan menghadapi kesulitan administratif dalam penempatan guru di sekolah
lain beberapa waktu. Sekolah yang terpencil akan mengalami kesukaran khusus
dalam hal ini.
4)
Menyediakan alat
pengajaran
Memberikan
laboratorium fisiska atau laboratorium bahasa akan mendorong guru untuk
menggunakan metode-metode dan bahan pelajajaran baru. Akan tetapi ada kalanya
tenaga pengajar tidak sanggup memanfaatkannya.
5)
Memperbaharui
buku pelajaran
Buku
pelajaran memegang peranan yang penting dalam setiap kurikulum, juga dalam
melancarkan kurikulum yang baru. Buku pelajaran baru dapat memberikan bahan
baru dan juga metode mengajar serta proses belajar yang baru. Akan tetapi
guru-guru sendiri harus mempunyai kesanggupan untuk menggunakannya.
6)
Kerjasama antar
guru dan universitas
Universitas
yang senantiasa berada di garis depan kemajuan dalam penelitian dan ilmu
pengetahuan dapat membantu sekolah-sekolah untuk menyesuaikan kurikulum dengan
ide-ide baru tentang pendidikan dan perkembangan baru dalam berbagai bidang
ilmu pengetahuan. Dapat diusahakan secara teratur pertemuan-pertemuan antara
dosen perguruan tinggi dengan guru-guru bidang studi di SM untuk keperluan itu.
Universitas
dapat pula menyediakan ahli dalam berbagai aspek kurikulum yang bertindak
sebagai konsultan, sedangkan sekolah atau guru dapat memberikan bahan tentang
keadaan yang riil mengenai murid dan sekolah, sehingga kurikulum tidak
merupakan hasil ”di belakang meja tulis”.
7)
Pembaharuan
kurikulum pendidikan guru
Kurikulum
pendidikan guru tak dapat tiada harus disesuaikan dengan perubahan kurikulum di
SD – SM, bahkan sebenarnya harus mendahuluinya. Pendidikan guru dalam
pembaharuan akan lebih efektif daripada penataran. Guru-guru yang sejak mulanya
terdidik dalam pelaksanaan kurikulum baru akan lebih menjamin keberhasilan
pembaharuan itu. Namun penataran akan tetap diperlukan, karena pada suatu
ketika setiap kurikulum akan memerlukan pembaharuan.
8)
Mendemonstrasikan
suatu pembaharuan
Suatu
kelompok kecil, dengan persetujuan kepala sekolah, mengadakan pembaharuan satu
mata pelajaran atau lebih dalam satu dua kelas. Mereka mencobakan satu unit
pelajaran dan setelah ternyata berhasil, mendemonstrasikannya kepada guru-guru
lain. Harapan ialah agar pembaharuan ini diterima baik dan disebarluaskan.
Kelompok kecil itu dapat memperoleh bantuan dari kepala sekolah atau atasan.
Namun sering timbul tentangan dari guru-guru yang tidak terlibat dalam usaha
ini.
9)
Memulai dari
satuan pelajaran
Hilda
Taba menganjurkan agar pembaharuan dimulai dengan satuan pelajaran yang dapat
diterapkan dalam kelas. Pada permulaan ini merupakan percobaan. Umpan balik
digunakan untuk menyempurnakan satuan pelajaran itu.
Perubahan
tak mungkin dilakukan dalam seluruh program sekolah, jadi harus mulai dengan
bagian yang kecil dan terbatas. Dari satuan pelajaran yang eksperimental ini
kemudian dikembangkan suatu kerangka yang lebih luas, berdasarkan
prinsip-prinsip, dasar-dasar teoritis, cara menentukan bahan, mengevaluasi, dan
sebagainya.
Pelaksanaan
satuan pelajaran merupakan pelajaran dan latihan bagi guru. Lamanya latihan itu
bergantung pada besarnya perbedaan antara cara lama dan baru. Perubahan
kurikulum mengharuskan guru berubah pula. Demikian pula harus dikembangkan administrasi
yang sesuai dengan perubahan kurikulum itu.
Perubahan kurikulum yang berarti
mengubah guru, cara belajar murid, administrasi sekolah, sikap orang tua, dan
sebagainya memakan waktu lama, sering bertahun-tahun.
D.
Sebab
kelambanan dalam pengembangan kurikulum
1. Faktor-faktor
yang mempengaruhi pengembangan kurikulum
Sekolah
mendapatkan pengaruh dari kekuatan-kekuatan yang ada dalam masyarakat, terutama
dari perguruan tinggi dan masyarakat.
a. Perguruan
tinggi
Kurikulum
minimal mendapat dua pengaruh dari Perguruan Tinggi. Pertama, dari pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di perguruan tinggi umum.
Kedua, dari pengembangan ilmu pendidikan dan keguruan serta penyiapan guru-guru
di Perguruan Tinggi Keguruan (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan). Telah
diuraikan terdahulu bahwa pengetahuan dan teknologi banyak memberikan sumbangan
bagi isi kurikulum serta proses pembelajaran. Jenis pengetahuan yang
dikembangkan di perguruan tinggi akan mempengaruhi isi pelajaran yang akan
dikembangkan dalam kurikulum. Perkembangan teknologi selain menjadi isi
kurikulum juga mendukung pengembangan alat bantu dan media pendidikan.
Kurikulum
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan juga mempengaruhi pengembangan
kurikulum, terutama melalui penguasaan ilmu dan kemampuan keguruan dari
guru-guru yang dihasilkannya. Penguasaan ilmu, baik ilmu pendidikan maupun
bidang studi serta kemampuan mengajar dari guru-guru akan sangat mempengaruhi
pengembangan dan implementasi kurikulum di sekolah. Guru-guru yang mengajar
pada berbagai jenjang dan jenis sekolah yang ada dewasa ini, umumnya disiapkan
oleh LPTK (IKIP, FKIP, STKIP) melalui berbagai program, yaitu program D2, D3
dan S1. Pada sekolah dasar masih banyak guru berlatar belakang pendidikan SPG
dan SGO, tetapi secara berangsur-angsur mereka akan mengikuti program
penyetaraan D2.
b. Masyarakat
Sekolah
merupakan bagian dari masyarakat dan mempersiapkan anak untuk kehidupan di
masyarakat. Sebagai bagian dan agen dari masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi
oleh lingkungan masyarakat dimana sekolah tersebut berada. Isi kurikulum
henndaknya mencerminkan kondisi dan dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan
masyarakat di sekitarnya. Masyarakat yang ada di sekitar sekolah mungkin
merupakan masyarakat homogen atau heterogen, masyarakat kota atau desa, petani,
pedagang atau pegawai, dan sebagainya. Sekolah harus melayani aspirasi-aspirasi
yang ada di masyarakat. Salah satu kekuatan yang ada dalam masyarakat adalah
dunia usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di masyarakat mempengaruhi
pengembangan kurikulum sebab sekolah bukan hanya mempersiapkan anak untuk hidup,
tetapi juga untuk bekerja dan berusaha. Jenis pekerjaan dan perusahaan yang ada
di masyarakat menuntut persiapan di sekolah.
c. Sistem
nilai
Dalam
kehidupan masyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral, keagamaan,
sosial, budaya maupun nilai politis. Sekolah sebagai lembaga masyarakat juga
bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan penerusan nilai-nilai. Sistem nilai
yang akan dipelihara dan diteruskan tersebut harus terintegrasikan dalam
kurikulum. Masalah utama yang dihadapi para pengembang kurikulum menghadapi
nilai ini adalah, bahwa dalam masyarakat nilai itu tidak hanya satu. Masyarakat
umumnya heterogen dan multifaset. Masyarakat memiliki kelompok-kelompok etnis,
kelompok vokasional, kelompok intelek, kelompok sosial, spiritual dan
sebagainya yang tiap kelompok sering memiliki nilai yang berbeda. Dalam
masyarakat juga terdapat aspek-aspek sosial, ekonomi, politik, fisik, estetika,
etika, religius, dan sebagainya. Aspek-aspek tersebut sering juga mengandung
nilai-nilai yang berbeda. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam
mengajarkan nilai: (1) guru hendaknya mengetahui dan memperhatikan semua nilai
yang ada dalam masyarakat, (2) guru hendaknya berpegang pada prinsip demokrasi,
etis, dan moral, (3) guru berusaha menjadikan dirinya sebagai teladan yang
patut ditiru, (4) guru menghargai nilai-nilai kelompok lain, (5) memahami dan
menerima keragaman kebudayaan sendiri.
2. Hambatan-hambatan
pengembangan kurikulum
Dalam
pengembangan kurikulum terdapat beberapa hambatan. Hambatan pertama terletak
pada guru. Guru kurang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum. Hal itu
disebabkan beberapa hal. Pertama kurang waktu. Kedua kekurangsesuaian pendapat,
baik antara sesama guru maupun dengan kepala sekolah dan addministrator. Ketiga
karena kemampuan dan pengetahuan guru sendiri.
Hambatan lain
datang dari masyarakat. Untuk pengembangan kurikulum dibutuhkan dukungan
masyarakat baik dalam pembiayaan maupun dalam memberikan umpan balik terhadap
sistem pendidikan atau kurikulum yang sedang berjalan. Masyarakat adalah sumber
input dari sekolah. Keberhasilan
pendidikan, ketepatan kurikulum yang digunakan membutuhkan bantuan, serta input fakta dan pemikiran dari
masyarakat.
Hambatan lain yang dihadapi oleh pengembang
kurikulum adalah masalah biaya. Untuk pengembangan kurikulum, apalagi yang
berbentuk kegiatan eksperimen baik metode, isi atau sistem secara keseluruhan
membutuhkan biaya yang sering tidak sedikit.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution. Asas-Asas Kurikulum. Bandung: Jemmars. 1988.
Nana Syaodih Sukmadinata. Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2013.
Oemar Hamalik. Kurikulum dan
Pembelajaran. Jakarta: Paragonatama Jaya. 2011.
MGM Grand Casino - Mapyro
BalasHapusGrand Casino - Mapyro provides an interactive map to MGM Grand Casino and other properties in 의왕 출장안마 the United States. The location 여주 출장안마 of 춘천 출장마사지 this 벳 365 location 출장샵 is:.