Hakikat Sastra Anak
A. Hakikat Sastra Anak
1. Pengertian Sastra
Sastra (Sanskerta: shastra) merupakan kata serapan
dari bahasa Sanskerta ‘Sastra’, yang berarti teks yang mengandung instruksi
atau pedoman, dari kata dasar ‘Sas’ yang berarti instruksi atau ajaran dan
‘Tra’ yang berarti alat atau sarana.
Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada
“kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan
tertentu. Di sekolah dasar,
pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa
mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi sastra berkaitan dengan
latihan mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal, serta kepekaan terhadap
masyarakat, budaya dan lingkungan hidup. Pengembangan kemampuan bersastra di
sekolah dasar dilakukan dalam berbagai jenis dan bentuk melalui kegiatan
mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Adapun pemilihan bahan ajar tersebut dapat dicari pada
sumbersumber yang relevan (Depdiknas, 2003 ).
a. Pembelajaran sastra di SD adalah
Pembelajaran sastra anak. Sastra anak adalah karya sastra yang secara khusus
dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan
anak-anak, yaitu anak yang berusia antara 6-13 tahun. Sifat sastra anak adalah
imajinasi semata, bukan berdasarkan pada fakta. Unsur imajinasi ini sangat
menonjol dalam sastra anak. Hakikat sastra anak harus sesuai dengan dunia dan
alam kehidupan anak-anak yang khas milik mereka dan bukan milik orang dewasa.
Sastra anak bertumpu dan bermula pada penyajian nilai
dan imbauan tertentu yang
dianggap sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupan.
b. Sastra anak berfungsi sebagai media
pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan
emosi anak. Pendidikan dalam sastra anak memuat amanat tentang moral,
pembentukan kepribadian anak, mengembangkan imajinasi dan kreativitas, serta
memberi pengetahuan keterampilan praktis bagi anak. Fungsi hiburan dalam sastra
anak dapat membuat anak merasa bahagia atau senang membaca, senang dan gembira
mendengarkan cerita ketika dibacakan atau dideklamasikan, dan mendapatkan
kenikmatan atau kepuasan batin sehingga menuntun kecerdasan emosinya.
2. Tujuan Pembelajaran Sastra di SD
Di sekolah
dasar pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia lebih diarahkan pada kompetensi
siswa untuk berbahasa dan berapresiasi sastra. Pelaksanaannya, pembelajaran
sastra dan bahasa dilaksanakan secara terintegrasi. Sedangkan pengajaran
sastra, ditujukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menikmati, menghayati,
dan memahami karya sastra. Pengetahuan tentang sastra hanyalah sebagai
penunjang dalam mengapresiasi.
Dan
pernyataan pembelajaran sastra tersebut dapat dilihat bahwa kegiatan apresiasi
menjadi tujuan utama, sedangkan perangkat pengetahuan sastra diperlukan untuk
menunjang terwujudnya apresiasi dan pembelajaran bahasa secara umum. Dengan
demikian yang harus terjadi dalam pembelajaran sastra ialah kegiatan apresiasi
sastra bukan hanya sekedar pengetahuan teori sastra.
Menurut
(Huck, 1987) bahwa pembelajaran sastra di SD harus memberi pengalaman pada murid yang akan berkontribusi pada empat tujuan, yaitu:
a.
Menumbuhkan
kesenangan terhadap buku
Salah satu
tujuan utama pembelajaran sastra di SD ialah memberi kesempatan kepada anak
untuk memperoleh pengalaman dari bacaan, serta masuk dan terlibat di dalam
suatubuku. Pembelajaran sastra harus membuat anak merasa senang membaca,
membolakbalik buku, dan gemar mencari bacaan.
b.
Menginterpretasikan literatur
Untuk
menciptakan ketertarikan kepada buku, siswa perlu membaca banyak buku. Siswa
pun perlu memiliki kesempatan untuk mendapatkan pengalaman yang mendalam dengan
buku-buku. Guru dan siswa dapat membicarakan tentang makna pribadi yang mungkin
terdapat pada suatu cerita untuk kehidupannya sendiri. Ketika siswa mulai
membahas penyebab perilaku tertentu pada cerita, mereka bisa mengembangkanwawasan
lebih banyak kepada orang lain. Ketika siswa menghubungkan apa yang mereka baca
itu dengan latar belakang pengalamannya, mereka menginternalisasikan makna
cerita itu. Inilah yang disebuta dengan menginterpretasi literatur.
c.
Mengembangkan kesadaran bersastra
Anak-anak
yang masih berada di sekolah dasar juga harus diajak mulai mengembangkan
kesadaran pada sastra. Anak-anak
harus pula diarahkan menemukan elemen-elemen sastra secara berangsurangsur,
karena elemen-elemen itu memberikan bekal bagi siswa dalam pemahaman makna
cerita atau puisi. Dengan demikian guru harus menguasai pengetahuan tentang
bentuk-bentuk cerita, elemen-elemen cerita, dan pengetahuan tentang pengarang.
Selama siswa berada di sekolah dasar mereka mengembangkan pemahaman mengenai
bentuk sastra yang berasal dari berbagai aliran sedikit demi sedikit. Mereka
sudah dapat membedakan bentuk prosa dan puisi, fiksi dan nonfiksi, antara
realisme dan fantasi, tetapi tidak dengan istilah-istilah tersebut. Mungkin
cara mereka memahami hanya dengan bercerita kepada gurunya bahwa buku Dewi
Nawangwulan itu memuat suatu cerita, atau Bawang Putih itu ceritanya
mirip Cinderella yang telah dibacanya. Hal ini langkah awal yang baik
dalam mengembangkan pemahaman tentang bentuk-bentuk sastra.
d.
Mengembangkan apresiasi
Sasaran jangka panjang pengajaran
sastra di SD ialah mengembangkan kesukaan membaca karya sastra yang bermutu.
Margaret Early (dalam Huck, 1987) menyatakan bahwa terdapat tiga tahap urutan
dan perkembangan yang ada dalam pertumbuhan apresiasi, yaitu:
1) Tahap kenikmatan yang tidak sadar, tahap pertama sama dengan
gagasan menumbuhkan kesenangan terhadap bacaan, sehingga menjadi terlibat di
dalamnya. Pada tahap ini siswa membaca atau guru membacakannya untuk
mendapatkan kesenangan. Mereka jarang menyentuh cara pengarang menciptakan
makna.
2) Tahap apresiasi yang masih ragu-ragu atau berada antara
tahap kesatu dan ketiga, pembaca pada tahap kedua tertarik tidak hanya pada
alur cerita. Pembaca pada tahap ini mulai bertanya tentang apa yang terjadi
pada suatu cerita dan mendalami isi cerita untuk mendapatkan makna lebih dalam.
Pembaca menikmati dan mengeksplorasi cerita untuk melihat bagaimana pengarang,
penyair, atau seniman memperkuat makna dengan teks itu.
3) Tahap kegembiraan secara sadar, tahap pembaca yang sudah
matang dan menemukan kegembiraan dalam banyak jenis bacaan dan banyak periode
waktu, memberikan penghargaan pada aliran dan pengarangnya, dan memberikan
tanggapan kritis sehingga mendapatkan kegembiraannya secara sadar.
3. Ciri-Ciri Sastra Anak
a.
Unsur pantangan, merupakan unsur yang secara khusus berkenaan dengan tema dan amanat. Secara
umum, dapat dikatakan bahwa sastra anak menghindari atau pantangan terhadap
persoalan-persoalan yang menyangkut masalah seks, cinta yang erotis, dendam
yang menimbulkan kebencian, kekejaman, prasangka buruk, kecurangan yang jahat,
dan masalah kematian.
b. Penyajian
dengan gaya secara langsung, adalah bahwa sajian cerita merupakan
deskripsi secara singkat dan langsung menuju sasarannya, mengetengahkakan gerak
yang dinamis, dan jelas sebab-sebabnya. Tokohnya juga digambarkan hitam dan
puttih. Hitam untuk tokoh yang jahat dan putih untuk tokoh yang baik,
c. Fungsi terapan, adalah
sajian cerita yang harus bersifat informatif dan mengandung unsur-unsur yang bermanfaat, baik untuk pengetahan
umum, keterampilan khusus, maupun untuk pertumbuhan anak.
4. Jenis Sastra Anak
a. Jenis karya sastra anak yang mengetengahkan tokoh utama yang berasal dari alam benda mati, seperti batu, sungai, air laut, mobil, dll.
b. Jenis karya sastra anak yang mengetengahkan tokoh utama yang berasal dari
alam benda hidup yang bukan manusia, seperti bunga sepatu, buaya, ikan hiu, si Kancil, dll.
c.
Jenis karya sastra anak yang mengetengahkakn tokoh utama yang berasal dari
alam manusia itu sendiri, seperti dalam kisah Cinderella, Bawang Merah dan Bawang Putih, dan Putri Salju.
a.
Dongeng
b.
Fabel
c.
Cerita Rakyat
d.
Legenda
e.
Puisi
f.
Drama
g.
Novel
B.
Apresiasi
Karya Sastra
Sasaran jangka panjang pengajaran
sastra di SD ialah mengembangkan kesukaan membaca karya sastra yang bermutu
sehingga anak dapat mengapresiasi karya sastra itu sendiri. Ada 2 bentuk
apresiasi terhadap karya sastra, yaitu:
1. Apresiasi Karya Sastra Reseptif
a. Pendekatan
emotif, yang melatarbelakangi lahirnya
pendekatan emotif tidak lain karena karya sastra adalah salah satu bagian dari
karya seni yang sarat berbagai nilai-nilai estetis. Nilai estetis tersebut
diharapkan dapat dinikmati oleh masyarakat luas termasuk murid SD dalam
berbagai media cetak dan elektronik agar mereka dapat memperoleh hiburan yang
mendidik.
b. Pendekatan didaktis, pendekatan ini
ada karena mutu karya sastra antara lain ditentukan oleh ada tidaknya nilai
kemanfaatan didaktis yang terkandung di dalamnya. Semakin banyak mengandung
nilai kemanfaatan didaktis-humanistik semakin tinggi pula mutu karya sastra itu.
Pendekatan didaktis mengantar pembaca untuk memperoleh berbagai amanat, petuah,
nasihat atau pandangan keagamaan yang sarat dengan nilai-nilai yang dapat
memperkaya kehidupan rohaniah pembaca.
c. Pendekatan analitis, penerapan
pendekatan analitis dalam pembelajaran sastra di SD tidaklah berarti harus
selengkap-lengkapnya yang menyangkut tentang memahami gagasan, cara pengarang
menampilkan gagasan, sikap pengarang, unsur instrinsik dan hubungan antara
elemen. Di tingkat SD, jika telah dapat mengungkapkan unsur-unsur yang
membangun karya sastra yang dibaca, dan dapat menujukkan hubungan antarunsur
yang saling mendukung/saling bertentangan, serta mampu memaparkan pesan-pesan
yang dapat memperkaya pengalaman rokhaniah itu sudah dianggap mencukupi.
2.
Apresiasi Karya Sastra Produktif
a. Pendekatan parafratis, Parafrase merupakan
salah keterampilan yang dapat meningkatkan apre-siasi sastra siswa. Melalui
parafrase, siswa berlatih mengubah bentuk karya sastra tertentu menjadi bentuk
karya sastra yang lain tanpa mengubah tema atau gagasan pokoknya, misalnya
prosa menjadi puisi, puisi menjadi prosa , prosa menjadi drama atau sebaliknya.
Dengan melalui pengubahan bentuk tersebut, siswa dapat semakin memahami isi
karya sastra tersebut.
b. Pendekatan analitis, pendekatan ini
akan diarahkan pembahasan dan penerapannya untuk meningkatkan taraf apresiasi
sastra anak SD secara produktif, yaitu:
1)
Mengamati suatu objek secara cermat.
2)
Menentukan tema, lalu dijadikan judul puisi.
3)
Menyusun alur (kronologis) lalu kembangkan menjadi cerita.
4)
Menyusun berurutan ke bawah, satu baris satu kalimat pendek.
5)
Jika ada kalimat yang panjang, pendekkan dengan membuang
kata kata sambung yang tidak penting.
6) Mencari kata/kalimat yang intesitas keindahannya dan
maknanya kurang kuat dengan kata-kata yang lebih indah (konotatif) dan
imajinatif, misalnya angin hitam, diganti dengan bayu, pekat/kelam.
Mencermati terus menerus tiap kalimat/kata
dengan memperhatikan keindahan bunyi dan penggunaan gaya baya bila
memungkinkan.Posted by: Nadiafa
Komentar
Posting Komentar