Kurikulum


A.  Pengertian kurikulum
Komponen adalah bagian yang integral dan fungsional yang tidak terpisahkan dari suatu sistem kurikulum karena komponen itu sendiri mempunyai peranan dalam pembentukan sistem kurikulum. Sebagai sebuah sistem, kurikulum mempunyai komponen-komponen. Seperti halnya dalam sistem manapun, kurikulum harus mempunyai komponen lengkap dan fungsional baru bisa dikatakan baik. Sebaliknya kurikulum tidak dikatakan baik apabila didalamnya terdapat komponen yang tidak lengkap sekarang dipandang kurikulum yang tidak sempurna.[1]
Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia ataupun binatang, yang memiliki susunan anatomi tertentu. Unsur atau komponen-komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian dan media, serta evaluasi. Komponen-komponen tersebut berkaitan erat satu sama lain.
Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian meliputi dua hal. Pertama kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi, dan perkembangan masyarakat. Kedua kesesuaian antar komponen-komponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga dengan evaluasi sesuai dengan proses, isi dan tujuan kurikulum.[2]

B.  Komponen-komponen Kurikulum
Kurikulum adalah suatu alat atau sistem yang ada dlam pendidikan, sebagai alat pendidikan kurikulum mempunyai komponen-komponen yang saling mendukung satu sama lain.[3]
Komponen-komponen dalam kurikulum terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut:
1.    Komponen Tujuan
Dalam kegiatan pengembangan kurikulum, baik pada level makro maupun mikro, peran tujuan sangatlah menentukan. Ivor K. Davies (Hasan:1990) mengemukakan bahwa tujuan dalam suatu kurikulum akan menggambarkan kualitas manusia yang diharapkan terbina dari suatu proses pendidikan.dengan demikian, suatu tujuan memberikan petunjuk mengenai arah perubahan yang dicita-citakan dari suatu kurikulum yang sifatnya harus merupakan sesuatu yang final.
Beberapa pendapat para ahli tentang komponen tujuan, yaitu:
a.    Tujuan memberikan pegangan mengenai apa yang harus dilakukan, bagaimana cara melakukannya, dan merupakan patokan untuk mengetahui hingga mana tujuan itu telah dicapai (Nasution, 1987).
b.    Tujuan memegang peranan sangat penting, akan mewarnai komponen-komponen lainnya dan akan mengarahkan semua kegiatan mengajar (Syaodih, 1988).
c.    Tujuan kurikulum yang dirumuskan menggambarkan pula pandangan para pengembang kurikulum mengenai pengetahuan, kemampuan, serta sikap yang ingin dikembangkan (Hasan, 1990).
Ahli kurikulum yang memandang tujuan sebagai proses (process), seperti Bruner dan Fenton (Hasan, 1990). Namun, kebanyakan para ahli memandang tujuan sebagai hasil (product).
Tujuan pendidikan diklasifikasikan menjadi 4 yaitu:
a.    Tujuan Pendidikan Nasional adalah tujuan yang ingin dicapai secara nasional yang dilandasi oleh falsafah suatu negara. Sifat tujuan ini ideal komprehensif, utuh, dan menjadi induk bagi tujuan-tujuan yang ada dibawahnya.
b.    Tujuan Institusional adalah tujuan yang diharapkan dicapai oleh suatu lembaga pendidikan, misalnya tujuan pendidikan pada tingkat SD, SLTP, SMU, SMK.
c.    Tujuan Kurikuler adalah penjabaran dari tujuan intruksional yang berisi program-program pendidikan yang menjadi sasaran suatu bidang studi atau mata kuliah, misalnya tujuan mata pelajaran Matematika, Agama, Bahasa Indonesia.
d.   Tujuan Instruksional merupakan tujuan tingkat bawah yang harus dicapai setelah suatu proses pembelajaran. Tujuan ini dirinci lagi menjadi tujuan intruksional umum (TIU) dan tujuan intruksional khusus (TIK).[4]
2.    Komponen Isi/Materi
Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yang diberikan kepada anak dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan.
Komponen isi atau meteri merupakan materi yang diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Isi atau materi yang dimaksud biasanya berupa materi bidang-bidang studi. Bidang-bidang studi tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang dan jalur pendidikan yang ada, dan bidang-bidang studi tersebut biasanya telah dicantumkan untuk dimuat kan dalam struktur program kurikulum suatu sekolah.
Jadi dapat disimpulkan bahwasannya komponen isi atau materi kurikulum adalah seperangkat mata pelajaran yang diajarkan kepada peserta didik dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan.[5]
3.    Komponen Strategi
Strategi pembelajaran sanagat penting dikaji dalam studi tentang kurikulum, baik secara makro maupun mikro. Strategi pembelajaran ini berkaitan dengan masalah cara atau sistem penyampaian isi kurikulum (delivery system) dalam rangka pencapaian yang telahdirumuskan. Pengertian strategi pembelajaran dalam hal ini meliputi pendekatan, prosedur, metode, model dan teknikyang dipergunakan dalam menyajikan bahaan/isi kurikulum. Sudjana (1988) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran pada hakikatnya adalah tindakan nyata dari guru dalam melaksanakan pembelajaran melalui cara tertentu yang dinilai lebih efektif dan lebih efisien. Dengan kata lain, strategi ini berhubungan dengan siasat atau teknik yang digunakan guru dalam melaksanakan kurikulum secara sistemik dan sistematik.
Tinggi rendahnya kadar aktivitas belajar siswa  banyak dipengaruhi oleh strategi atau pendekatan mengajar yang digunakan. Banyak pendapat mengenai berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam penyampaian bahan/isi kurikulum ini.
Richard Anderson (Sudjana, 1990) mengajukan dua pendekatan, yaitu:
a.    Pendekatan yang berorientasi kepada guru, dimana aktivitas guru dalam suatu proses pembelajaran lebih dominan dibandingkan siswa. Pendekatan ini bersifat teacher centered dan bertipe otokratis.
b.    Pendekatan kedua lebih berorientasi pada siswa. pendekatan ini bersifat student centered yang merupakan kebalikan dari pendekatan pertama, dimana aktivitas siswa dalam proses pembelajaran lebih dominan dibandingkan guru. Pendekatan ini disebut tipe demokratis.
Messialas (Sudjana, 1990) mengajukan dua pendekatan, yaitu:
a.    Pendekatan ekspoitori
b.    Pendekatan inkuiri
Sementara itu, studi yang dilakukan oleh Sudjana (1990) menghasilkan lima macam model berkadar CBSA, yaitu model delikan (dengar-lihat-kerjakan), model pemecahan masalah, model induktif, model deduktif, dan model deduktif-induktif.
Apabila ditelaah lebih jauh, hakikat dan isi dari setiap strategi/pendekatan/model yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dapat dikelompokkan kedalam dua kutub strategi yang ekstrem, yaitu disatu pihak ada yang berorientasi kepada guru dan strategi yang berorientasi kepada siswa. Starategi pertama maksudnya bahwa titik berat kegiatan banyak berpusat pada guru (biasa disebut model ekspositori atau model informasi). Sedangkan, pada strategi kedua, titik berat aktivitas pembelajaran ada pada para siswa sehingga mereka lebih aktif melakukan kegiatan belajar (biasa disebut model inkuiri atau problem solving).[6]


4.    Komponen Media dan Sarana
Media merupakan sarana dan prantara dalam pengajaran. Sarana dan prasarana atau media merupakan alat bantu untuk memudahkan dalam mengaplikasikan isi kurikulum agar lebih mudah dimengerti anak didik dalam proses belajar mengajar merupakan suatu hal yang perlu dilaksanakan oleh seorang pendidik atau guru agar apa yang disampaikannya terhadap anak didik dapat memiliki makna dan arti penting bagi anak didik dikarenakan telah berhasil menyerap, memahami suatu materi pelajaran yang ditempuhnya.
Ketepatan memilih alat media, menurut Subandijah (1993:5) merupakan suatu hal yang dituntut bagi seorang pendidik atau guru agar materi yang ditransfernya bisa berjalan sebagaimana mestinya, dan tujuan pengajaran atau pendidikan dari proses belajar mengajar yang ada diharapkan bisa tercapai dengan baik.[7]
5.    Komponen Evaluasi
Pendidikan adalah suatu proses yang bertujuan mengubah perilaku peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam kurikulum. Dalam hubungan ini, evaluasi merupakan komponen kurikulum yang dirancang untuk mengungkapkan hasil dari suatu pendidikan yang termanifestasi dalam perilaku peserta didik. Seperti halnya pendidikan, maka evaluasi sebagai bagian dari proses pendidikan juga merupakan suatu proses, bahkan proses yang berkesinambungan selama peserta didik tercatat sebagai siswa dari suatu institusi pendidikan.
Metode evaluasi mencakup semua cara untuk mendapatkan bukti-bukti yang sahih (valid) dalam mencapai suatu tujuan yang mecakup: observasi perilaku dan kinerja, baik dalam ranah kognotif, afektif maupun psikomotor. Berdasarkan pengertian, evaluasi memiliki makna yang lebih luas dari sekedar menguji dan memberi nilai kepada para peserta didik. Evaluasi mencakup:
a.       Klarifikasi tentang tujuan sampai pada penjabaran mengenai indikator perilaku  yang menjelaskan pencapaian tujuan dalam bidang tertentu.
b.      Pengembangan dan penerapan berbagai cara untuk mengidentifikasi perubahan-perubahan pada pribadi peserta didik.
c.       Menemukan cara yang tepat untuk merangkum dan menginterpretasi suatu perubahan.
d.      Pengunaan informasi yang diperoleh tentang kemajuan atau hambatan-hambatan yang dihadapi peserta didik sebagai dasar penyempurnaan kurikulum, metode pembelajaran dan bimbingan.
Sifat dari program evaluasi tergantung pada, pertama, tujuan yang ingin dicapai serta bagaimana setiap tujuan dirumuskan dan kedua, maksud penggunaan evaluasi. Dengan demikian evaluasi merupakan bagian integral dari pengembangan kurikulum; dimulai dengan kepedulian pada tujuan dari berakhir dengan penilaian atas hasil yang dicapai.. fungsi evaluasi bisa lebih luas dari sekedar fungsi sentral di sekolah dan pengembangan kurikulum. Sekurang-kurangnya terdapat tiga macam fungsi evaluasi adalah sebagai berikut
a.         Evaluasi sebagai sarana validasi hipotesis yang menjadi dasar pengembangan kurikulum.
b.        Evaluasi dalam rangka mengungkapkan dampak dari suatu program bukan hanya untuk menyediakan informasi faktual yang berkaitan dengan sasaran program, melainkan juga pada saat yang bersamaan, mungkin menumbuhkan produk sampingan (by-product) yang disebut sebagai hidden curiculum(Zais, 1976: 8).
Evaluasi dalam rangka menyediakan informasi tentang kelemahan dan kekuatan dari suatu program melalui penilaian atas kelemahan dan kekuatan peserta didik dalam upaya mencapai tujuan belajar.[8]


[1] Lias Hasibun., Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada, 2010) h. 37
[2] Nana sodih Sukmadinata., Pengembangan Kurikulum “Teori dan Praktek”, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997) h. 102
[3] Oemar Hamalik., Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung, Bumi Aksara, 1994, h. 9
[4] Asep Herry Hernawan., Pengembangan Kurikulum dan Pembelajara, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2011), h. 1.16- 1.18
[5]Haiatin Chasanatin., Pengembangan Kurikulum , (Yogyakarta: KAUKABA,2015), h. 21
[6] Asep Herry Hernawan., Pengembangan Kurikulum dan Pembelajara, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2011), h. 1.23-1.24
[7] Haiatin Chasanatin., Pengembangan Kurikulum , (Yogyakarta: KAUKABA,2015), h. 21-22
[8] Tedjo Narsoyo Reksoatmodjo., Pengembangan Kurikulum Pendidikan, (Bandung: PT Revika Aditama, 2010), h. 57-58

DAFTAR PUSTAKA
Asep Heri Hernawan. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka. 2011.
Haiatin Chasanatin. Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: KAUKABA. 2015.
Lias Hasibun. Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada. 2010.
Nana Sodih Sukmadinata. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1997.
Oemar Hamalik. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara. 1994.
Tedjo Narsoyo Reksoatmodjo. Pengembangan Kurikulum Pendidikan. Bandung: PT Revika Aditama. 2010.

Posted by: Nadiafa 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendekatan Pembelajaran IPA SD/MI

Fase-fase Perkembangan Anak Usia SD

Proses Pengembangan Kurikulum